Esai

Akun Palsu sebagai Tameng Pelaku Bullying di Sosial Media

Perkembangan teknologi yang semakin pesat memberikan kemudahan bagi manusia untuk melakukan komunikasi. Ruang dan waktu kini bukanlah menjadi masalah dalam berkomunikasi. Dengan adanya telfon genggam, laptop, serta internet menjadi obat atau solusi bagi dua orang atau lebih yang saling berjauhan jaraknya. Apalagi sejak beberapa tahun yang lalu  telah dikenal istilah sosial media yang menjadi media yang paling diminati banyak orang  untuk berkomunikasi.

Sosial media adalah sebuah media dalam jaringan yang digunakan satu sama lain oleh para pengunanya yang dengan mudah digunakan untuk berpartisipasi, berinteraksi, berbagi bahkan menciptakan isi blog, jejaring sosial, forum dan dunia virtual tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Instagram, twitter, facebook merupakan contoh dari sosial media yang paling banyak digunakan. Pengguna dari  sosial media sering disebut dengan warganet. Istilah warganet atau netizen adalah sebuah lakuran dari kata warga (citizen) dan Internet yang artinya “warga internet” (citizen of the net).

Namun sayangnya, baru-baru ini muncul fenomena dimana warganet atau netizen ini kurang bijak dalam menggunakan sosial media. Sosial media yang seharusnya menjadi obat  atau solusi berkomunikasi tanpa mengenal ruang dan waktu, kini menjadi wadah untuk mengungkapkan rasa kesal, amarah dan kebencian kepada seseorang. Mereka membuat akun palsu di sosial media  untuk melakukan aksi tersebut. Mereka menganggap bahwa dengan menggunakan akun palsu, mereka dapat berlindung dari perbuatan yang mereka lakukan tanpa diketahui oleh orang lain. Sosial media kini seakan menjadi tempat yang  paling  banyak menjadi  rujukan untuk melakukan bullying, mengujarkan kebencian serta membuka aib seseorang.

Di Indonesia, kelakuan  warganet semakin menjadi-jadi. Tidak hanya melakukan bullying kepada warga dalam negeri saja, namun juga kepada warga luar negeri juga. Dari fenomena bullying aktris drama korea karena karakter yang ia mainkan hingga fenomena bullying tiktokers asal Thailand karena menarik perhatian para kaum adam. Fenomena tersebut hingga mengakibatkan trending topik pada saat itu. Nama Indonesia semakin dikenal oleh negara-negara lain, namun bukan karena nama baiknya, tapi karena kedahsyatan aksi para pembully-pembully tersebut. Padahal jika dilihat dari fenomena di atas, penyebab dari  bullying di sosial media yang dilakukan oleh warganet Indonesia tidaklah masuk akal bahkan tidak penting untuk dipermasalahkan.

Microsoft mengumumkan tingkat kesopanan pengguna internet sepanjang 2020, termasuk negara Indonesia. Dalam laporan terbaru Digital Civility Index (DCI) itu, mengukur tingkat kesopanan digital pengguna internet dunia saat berkomunikasi di dunia maya. Netizen Indonesia menempati urutan terbawah se-Asia Tenggara, alias paling tidak sopan di wilayah tersebut. Tingkat kesopanan warganet Indonesia memburuk delapan poin ke angka 76, di mana semakin tinggi angkanya tingkat kesopanan semakin buruk.

Tak hanya fenomena bullying dan pengujaran kebencian saja, namun warganet Indonesia juga sangat mudah dalam menerima berita hoaks dan mudah tersulut api yang dilemparkan oleh para buzzer yang tidak bertanggung jawab. Hal ini juga memperkeruh keadaan dan menjadi ajang untuk saling melakukan bullying dan saling hujat. Bullying yang sering  dilakukan oleh para warganet ini adalah dalam bentuk komentar atau pesan kebencian pada laman sosial media dengan akun palsu atau fake account. Instagram menempati posisi pertama sebagai media sosial  dengan kasus bullying terbanyak.

Fenomena bullying di sosial media ini dapat diakibatkan oleh beberapa hal. Yang pertama adalah kurang pahamnya pengguna dalam memanfaatkan sosial media dengan baik dan bijak secara maksimal. Padahal, sosial media tidak hanya dapat digunakan untuk berkomunikasi dari satu individu ke individu lainnya, namun sosial media juga dapat digunakan sebagai media bisnis, promosi, edukasi hingga media untuk mencari inspirasi. Faktor lainnya adalah pengguna merasa bahwa mereka bisa melakukan apapun yang mereka mau dengan menggunakan sosial media. Padahal dalam bersosial media di Indonesia telah dibatasi dan dilindungi oleh UU ITE, sehingga apabila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan dapat diproses secara hukum. Penggunaan akun palsu juga tidak menjadi penghalang untuk memperoleh keadilan karena semua data tersembunyi pada akun palsu tersebut  dapat dilacak oleh pihak yang berwajib kapanpun dan dimanapun.

Bahaya dari bullying di sosial media ini perlu menjadi perhatian publik. Dampak yang ditimbulkan oleh fenomena bullying sosial media ini sangat memprihatinkan. Tak sedikit dari korban bullying tersebut mengalami gangguan psikis dan mental. Bullying mengakibatkan para korbannya merasa tidak percaya diri lagi, menarik diri dari lingkungan sosial , depresi, bahkan akibat yang paling parah adalah korban bisa bunuh diri karena merasa tertekan oleh keadaan yang dialami. Fenomena tersebut perlu perhatian khusus untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.

Untuk mencegah terjadinya bullying dan ujaran kebencian di sosial media diperlukan adanya penyadaran sejak dini kepada seluruh pengguna sosial media. Penyadaran ini dapat berupa sosialisasi tentang bijak dalam bersosial media maupun pengetahuan tentang aturan-aturan dalam hukum tertulis yaitu UU ITE sebagai batasan serta perlindungan dalam bersosial media. Penyadaran sejak dini ini dapat dilakukan mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, maupun lingkungan masyarakat. Semua elemen masyarakat hendaknya berpartisipasi dalam penyadaran bijak bersosial media tersebut. Sehingga, diharapkan warganet di Indonesia menjadi pengguna sosial media yang lebih bijak  dan dapat menurunkan kasus bullying yang terjadi.

Penulis: Ela Dian Puspita

(Visited 240 times, 1 visits today)

Join The Discussion