Cerpen

Mengikhlaskan Kepergian untuk Mengharap Keridhoan

          Saat senja pergi meninggalkan langit yang kian menyepi. Kegelisahan kian menjadi. Kesunyian perlahan hadir merampas bahagia yang hampir mengisi hati. Kulihat jarum jam terus berdenting sepanjang hari. Namun hati, masih saja terasa sendiri. Kini kutanya pada hatiku disini, mampukah bertahan hingga suatu saat nanti?. Saat jatuh cinta, kita jadi ingin memberikan banyak hal juga memiliki harapan yang tinggi, agar pasangan kita memberi cinta dan perhatian van sama besarnya dengan yang kita berikan. Saat itulah pertengkaran sering terjadi. Jika hanya kau seorang yang memberi banyak cinta kepada pasanganmu atau saat kau memberi banyak perhatian tapi pasanganmu tidak peduli, maka kau akan merasa sedih dan kecewa. Kau hanya ingin cintamu berbalas, tetapi dalam prosesnya, kau mungkin menemukan dirimu yang membenci pasanganmu. Kau bisa merasa frustrasi sendiri dan berpikir, “Apakah aku orang yang tidak bisa mencintai?” Cara memberi cinta adalah dengan bersikap baik kepada pasanganmu tanpa mengharapkan balasan. Lakukan itu karena kau menyukainya. Itu saja. Akan tetapi, sikap baik itu tentu tidak sama dengan Kepada orang yang tak kau kenal pun, kau bisa bersikap ramah dan baik.

          Alasan sebuah kepergian memang kerap tak masuk akal. “aku fokus ini, aku fokus itu.” Percaya tidak percaya yang datang akan berlalu. Seiring berjalannya waktu, rasa bosan kian menyatu. Entah karena lelah ataupun sudah tak lagi searah. Akankah terus bertahan atau justru malah meninggalkan?. Ya, semua kembali lagi pada hati yang merasakan.

Tak ada yang ingin ditinggalkan, tak ingin pula kehilangan. Apapun yang telah dilakukan kini hanya tinggal kenangan. Apakah karena rasa bosan atau mungkin tak ingin lagi memperjuangkan. Yang harus kau tahu, karenamu sakit di hati telah kurasakan.

          “Baiklah, aku tak apa. Jika memang kebahagiaanmu ada pada dirinya, temui dirinya, selesaikan urusan hati yang hingga detik ini masih belum terselesaikan.” Kataku padanya.

          “Jika bukan karenamu aku tak akan seperti ini. Berhentilah menyalahkanku.” begitulah jawabannya padaku. Seperti disambar petir saja hati ini. Sakit? Tak usah ditanya lagi, jelas begitu teriris hati ini. Bukan sehari atau dua hari hati ini tersatukan. Namun kini telah terabaikan. Kuberanikan diri untuk memulai pembicaraan, sejak kau putuskan untuk tetap meninggalkan

          “Apa kabar? Pasti baik-baik saja kan? Kenapa sekarang jarang membalas pesan?” Tanyaku yang hanya didiamkan.

          “Kenapa diam? Ada yang salah kah?” Lanjutku

          “Bagaimana aku bisa menjawab kalau kau terus berkata?” Jawabnya membuatku sedikit terkekeh

          “Sebab aku rindu.” Lolos juga pernyataan itu dari mulutku

          “Coba kamu pecahkan gelas lalu satukan kembali, apa bisa utuh seperti semula?. Begitu juga dengan hatiku, hancur ketika dengan tiba-tibanya kau memutuskan untuk pergi.” Jelasnya  padaku

          “Aku sudah menjelaskan semua padamu, saat itu aku benar-benar sangat takut.”

          “Sudahlah, hati yang kecewa sulit untuk kembali menerima.” Airmataku berhasil lolos ketika mendengar jawabnya

          Semenjak kejadian itu, kuputuskan untuk menerima kepergiannya dari hatiku. Kucoba tegar namun tetap saja selalu bergetar. Mencoba melupa namun seolah sia-sia. Apalagi saat mengetahui bahwa sudah ada pengganti dihatinya.

          “Apa kau sudah mendengar kalau dia sedang dekat dengan orang baru?” Tanya temanku        

          “Ya, aku sudah mengetahuinya jauh sebelum kau mengetahuinya.” Aku tau karena dia adalah temanku sendiri.

          “Jika dia memang untukmu, sejatinya akan kembali padamu. Percayalah.” Tuturnya meyakinkanku. Kepergiannya tak hanya menyisakan pilu di hati, namun juga raga yang sakitnya tak henti-henti. Mata yang setiap hari bertatap sendu pada layar handphone tanpa notif kian mulai lelah. Namun sandaran ibu selalu menguatkan hatiku dan mengulas senyum dibibirku meski air mata selalu jatuh dipipiku.

          “Sudahi jika hatimu sudah tak kuat menjalani. Yang mampu mengobati hanya dirimu sendiri. Jika bukan kamu yang dia harapkan untuk apa kamu bertahan. Sakit yang kamu rasakan Ibu pun ikut merasakan, Putriku.” Suara lembut itu selalu terngiang-ngiang di telingaku.

          “Aku selalu saja merindu, Bu. Bagaimana bisa aku melupa jika saja hatiku masih terbawa.”

          “Innallaha ma’asshobirin, bersabarlah maka Allah akan menguatkan hatimu. Berdoalah untukmu dan untuknya yang terbaik. Yang harus kamu lakukan sekarang adalah berubahlah menjadi orang yang lebih baik.”Subhanallah, aku selalu terkagum oleh ucapannya.

Benar juga apa yang beliau katakan. Ketika bertahan hanya menambah beban pikiran. Menambah perih yang selalu merintih. Namun, Ibu selalu berkata

          “Jika kau tidak mencintai dirimu sendiri, siapa lagi?. Kau akan menyalahkan dirimu sendiri, meski awalnya kau membenci orang yang menyakitimu. Kau akan terus bersikap baik kepada orang lain, tanpa peduli kau tersakiti, karena kau pikir kau harus terlihat baik-baik saja agar dipandang baik oleh orang lain. Kau akan sangat khawatir terhadap masa depanmu. Karena kau tidak bisa percaya pada dirimu sendiri.“

          Ada beberapa orang yang menjadi dewasa ketika menjalin hubungan cinta, ada juga yang tidak. Perbedaan di antara keduanya adalah orang yang menjadi dewasa akan introspeksi diri saat ia memiliki masalah dalam hubungan cintanya. Tentu saja, introspeksi itu bukan sekadar waktu untuk menenangkan hatinya. Introspeksi juga adalah waktu untuk bisa memahami hatinya dengan menyesali dan berusaha memperbaiki kesalahan yang sudah diperbuatnya.

“Aku tidak boleh melakukan kesalahan yang sama lagi.” “Aku tidak boleh seperti itu lagi.”

Manusia pasti akan melakukan kesalahan lagi, tetapi introspeksi bisa membuat seseorang jadi lebih baik lam mengatasi masalahnya di lain waktu.

          Karena, orang yang melakukan introspeksi diri berpikir bahwa  ia harus menjadi orang yang lebih baik mengatasi masalahnya. Semakin keras kau berusaha mengubah seseorang, kau akan semakin sedih dan kesal. Kau tidak perlu mengubahnya. Tidak peduli apakah orang itu jarang menghubungimu, lebih mengandalkan teman lainnya, atau jarang membuat janji temu denganmu. Jika kau menganggap orang itu berharga, berdoalah dengan tulus agar orang itu berhasil, berilah perhatian dan dukunganmu kepadanya.Kau bisa datang menemuinya jika merindukannya, meneleponnya jika terlalu sibuk dan tidak bisa menemuinya, jika sudah meneleponnya, tapi ia sedang sibuk, maka kau bisa meneleponnya lagi nanti. Semua itu harus dilakukan demi dirimu sendiri. Pikirkan apa yang baik untukmu. Keinginanmu agar ia melakukan semua yang kau inginkan  bisa memunculkan keegoisan. Jika kau mengalami putus cinta atau belum pernah bertemu seseorang untuk dicintai, percayalah bahwa kau juga memiliki pesonamu sendiri. Ingatlah bahwa kau memesona dan akan ada orang yang mencintaimu, bahkan mempertaruhkan seluruh hidupnya untukmu.

Penulis: Ratih Muliastry Pratiwi

(Visited 81 times, 1 visits today)

Join The Discussion