Uncategorized

Keistimewaan Tradisi yang Ada di Tengah Masyarakat Batak Toba

Narasi Budaya – Kenapa sih, negara kita Indonesia memiliki beragam budaya dan suku? Kenapa juga setiap suku memiliki aturan-aturan tersendiri?Setiap suku juga memiliki berbagai macam tradisi? Pertanyaan ini selalu muncul ketika kita membahas suku ataupun budaya. Contohnya budaya suku saya, yaitu Batak Toba yang memiliki berbagai tradisi.

Suku ialah suatu bentuk identitas seseorang yang terikat dengan asal dan kebudayaan daerah tinggalnya. Contohnya saya  sendiri, nama saya Naomi boru Silaban, saya berasal dari suku Batak Toba dari Provinsi Sumatera Utara. Saya hidup dengan orang-orang yang sebagian besar bersuku Batak Toba. Dalam tradisi Batak Toba, bayi yang baru lahir disambut dengan suka cita, serta diadakan adat tradisi mamoholi (menyambut kelahiran anak). Mamoholi disebut manomu-nomu yang artinya menyambut kedatangan (kelahiran) bayi yang dinanti-nantikan.

Ada juga yang namanya tradisi mamboan aek ni unte yang dilakukan secara tersendiri oleh pihak keluarga hula-hula/tulang. Sebelumnya saya akan menjelaskan apa itu hula-hula. Hula-hula adalah sekelompok marga dari pihak istri atau ibu dari ayah kita atau disebut ompung boru, kelompok marga istri saudara ataupun dongan tubu.

Kenapa orang Batak sangat menjunjung tinggi adat istiadat?

 Masyarakat di daerah tempat tinggal saya masih memegang teguh ajaran adat istiadat yang sudah menjadi warisan dari leluhur pada semua keturunannya hingga saat ini. Yang menjadi aturan adat suku saya, yaitu mewarisi nama keluarga atau nama keturunan marga dari keturunan ayah dan harus paham terhadap silsilah keluarga ataupun keturunan (tarombo), sehingga tau istilah panggilan pada orang lain jika  bertemu sesama orang bersuku Batak. Setelah membahas adat Batak di tradisi mamaholi dan mamboan aek ni unte, saya juga akan menjelaskan tradisi lainnya, yaitu adat pernikahan .

Hukum adat Batak Toba, khususnya perkawinan sangat memperhatikan prinsip dasar dalihan na tolu yang merupakan suatu ungkapan yang menyatakan kesatuan hubungan kekeluargaan pada suku Batak, serta perkawinan berpegang teguh pada prinsip ini. Hukum adat Toba ini dilatarbelakangi oleh keberadaan dalihan na tolu itu sendiri, yang diterima di tengah-tengah masyarakat Batak Toba sebagai suatu sistem sosial kemasyarakatan. Dalam suatu perkawinan yang sah, dalihan na tolu telah menggariskan dan menetapkan aturan serta ketentuan rinci mengenai berbagai hubungan sosial; baik antara suami dengan istri ,antara orang tua dengan saudara-saudara kandung dari masing-masing pihak pengantin, maupun dengan boru (semua perempuan yang berasal dari satu marga tanpa membedakan struktur kedudukan patrilinealnya).

Namun, masih ada kelompok lain yang dianggap sebagai boru walaupun tidak satu marga serta hula-hula (orang tua dari anak perempuan yang telah menikah), akan tetapi masih ada pihak lain yang dianggap menjadi hula-hula, yaitu kelompok tulang dari masing-masing pihak.

Larangan dalam perkawinan adat Batak Toba adalah hubungan kekerabatan orang Batak didasarkan pada adanya pertalian darah yang ditarik menurut garis keturunan ayah dan pertalian perkawinan antara pihak hula-hula dengan pihak boru. Jadi, setiap anak pria atau wanita Batak akan menarik garis keturunannya melalui garis ayah dengan memakai nama marga ayah.

Anak perempuan harus kawin dengan pria dari marga lain, perkawinan dalam satu marga dilarang sebab pernikahan semarga dianggap sebagai pernikahan sedarah dan anak-anak dari perkawinan itu akan memakai nama marga suaminya. Perkawinan semarga ini jika dilakukan oleh masyarakat adat Batak Toba maka ia melanggar aturan adat, sehingga mereka disebut na so maradat (orang yang tidak tahu dengan adat istiadat).

Saya pernah mendengar cerita dari orang tua saya, jika orang Batak melanggar hukum adat Batak maka mereka tidak diperbolehkan memberi solusi atau berbicara dalam forum adat, dan dalam sidang adat tidak ada lagi kedudukan bagi mereka yang menikah semarga atau dengan kata lain mereka tidak dianggap lagi menjadi bagian dari suku Batak. Menurut saya pelembagaan adat dan aturan pada suku masing-masing masih penting, apalagi di zaman yang semakin maju seperti saat ini dibutuhkan sarana pembelajaran yang lebih dasar pada setiap orang apalagi adat/suku itu sendiri dimiliki oleh setiap orang. Sehingga adat yang dimiliki setiap orang menjadi ciri khas masing-masing karena tidak ada aturan yang akan merusak.

Melihat pentingnya pelestarian budaya dan adat istiadat, saat ini dibutuhkan dukungan dari setiap individu. Namun, kondisi saat ini membuat banyak orang  terikut dengan budaya luar dan sudah banyak yang terpengaruh akan budaya luar tersebut. Maka diperlukan kesadaran dari masing-masing individu agar budaya masing-masing tidak terpengaruh akan budaya pendatang tersebut dan budaya sendiri tetap pada pendirian.

Di Batak sangat dihormati yang namanya  menikah ke sesama paribannya. Pariban itu sendiri  adalah sebuah hubungan dari seorang laki-laki  memanggil perempuan dari tulang (paman, saudara laki-laki ibu , tante ,bibi, dan saudara perempuan ayah) atau pariban juga dapat  disebut dalam arti perjodohan antara keluarga dekat  atau masih rumput kerabat.

Sebelum melangsungkan akad nikah, sebelumnya di tradisi Batak dilakukan berbagai tahap-tahapan. Tahapannya ialah pertama marhori-hori dinding (pihak laki-laki datang meminang pihak perempuan dengan menyertakan keputusan setuju atau tidaknya dari pihak perempuan). Kedua,  marhusip yang artinya berbisik-bisik (ketika pihak laki-laki datang ke rumah si perempuan dengan membawa  dekke  atau ikan, dan  membicarakan tentang sinamot yang ingin diberikan keluarga laki-laki kepada keluarga si perempuan).

Tahapan ketiga, yakni  marhata sinamot (sinamot sialah tuhor ni boru) yang artinya kesepakatan mahar yang akan diberikan pihak laki-laki kepada pihak perempuan yang disesuaikan dengan biaya  berlangsungnya acara pernikahan nantinya. Tahapan keempat, yakni martumpol, yang artinya acara pertunangan yang diadakan di gereja sebagai bentuk pemberkatan,  di sinilah berlangsungnya pertukaran cincin yang disaksikan para undangan serta kedua pihak  mempelai. Kelima, Martonggo Raja dan Marria Raja, berupa acara yang diadakan  dengan melibatkan dahlian na tolu, parsahutaon atau satu kampung.

Tahapan keenam, yakni marsibua-buai, tahap ini ialah tahap ketika pihak si laki-laki menjemput calon pengantin perempuannya ke rumahnya serta akan diadakan doa bersama sebelum berangkat ke gereja. Ketujuh, pemberkatan pernikahan di gereja, di tahap ini kedua calon mempelai mengucapkan ikrar/janji saling setia sampai maut memisahkan, di tahap ini juga nantinya  dilakukan berbagai proses menyambut kedua pengantin; panjouan atau penyambutan tamu undangan dari pihak laki-laki dan perempuan, pasahat tudu-tudu ni sipanganon atau memberikan makanan ke para undangan,  doa makan bersama. Makan bersama mempelai biasanya memakan makanan yang disiapkan oleh hula-hula.

Tahapan kedelapan, yakni pasahat sinamot yang artinya ketika pihak laki-laki memberikan mahar perempuan kepada orang tua perempuan. Tahap kesembilan, tingting marangkup yang artinya pemberian dari hasubutan parboru kepada partulang atau pihak perempuan kepada pihak saudara laki-laki ibu sebagai tanda bahwa saat berlangsungnya acara para undangan disambut dengan baik .

Tahapan  kesepuluh, yakni pasahat tuhor ni boru, artinya semua para undangan yang hadir baik dari hula-hula ataupun bona ni ari menerima bagian mahar yang diberikan pihak laki-laki ke perempuan. Kesebelas, pasahat pasituak na tonggi, artinya ucapan terima kasih keluarga pihak laki-laki kepada semua hula-hula bona ni ari atau kerabatnya yang sudah datang dalam pernikahan  tersebut. Kedua belas, mangulosi, artinya parboru atau pihak perempuan akan memberikan ulos kepada seluruh keluarga paranak atau anak laki-laki. Dari semua tahapan  tersebut apa pentingnya melakukan  proses tiap proses di setiap tradisi acara?

Editor: Nila Prihartanti

(Visited 734 times, 1 visits today)

Join The Discussion