Cerpen

Emang Capek Ya Jadi Orang Perfeksionis? 

Jujur, memang capek jadi orang yang apa-apa harus terbaik, tertinggi, terpintar,  tercantik, terapi dan apapun itu yang pokoknya semua harus paling sempurna. Dari sejak  kecil, orang-orang disekitarku selalu memiliki ekspektasi yang terlalu tinggi terhadapku.  Akhirnya karena merasa takut tidak sesuai dengan ekspektasi orang lain, ini menjadikanku orang yang memiliki pemikiranbahwa apapun hal yang dilakukan harus memiliki hasil yang sempurna.

Pokoknya harus! Hal sekecil apapun itu. Ini membuat kalau salah ucap satu kata saja,  aku langsung mencubit tanganku sendiri sebagai hukuman karena sudah melakukan kesalahan. Ini memang terlihat berlebihan menurut sebagian orang, akan tetapi memang itu yang benar-benar  terjadi pada diriku.

Orang yang perfeksionis adalah mereka yang selalu menuntut dirinya atau orang lain untuk mencapai standar yang sangat tinggi bahkan sempurna, bahkan melebihi apa yang dibutuhkan. Mereka merupakan kritikus terbesar bagi dirinya sendiri, karena selalu merasa tidak pernah cukup (puas) terhadap pencapaian yang sudah mereka lakukan.

Mereka baru akan merasa berharga ketika dapat mencapai sesuatu dan diakui oleh orang lain. Baginya cinta itu bersyarat, bahwa kasih sayang dan pengakuan dari orang lain itu hanya ada untuk nya ketika ia melakukan sesuatu yang sempurna.  

Semasa duduk di Sekolah Dasar (SD), dapat dikatakan bahwa aku merupakan siswa yang cukup pintar. Setiap kali ada pertanyaan dari guru, aku selalu mengangkat tangan atau maju ke depan paling pertama untuk menjawab. Sampai ada di titik di mana ada salah satu guru yang menyebutku “Cah Pinter” (anak pintar) karena  saat itu aku bisa mengerjakan soal yang tidak bisa dikerjakan oleh temanku yang ranking 1. 

Sejak dari situ lah, banyak dari teman-temanku bahkan adik-adik kelasku yang memanggil aku dengan sebutan Cah Pinter. Mereka berpikir aku sangat pintar, bisa menjawab, mengerjakan, dan memahami apapun soal yang diberikan oleh guru. 

Ada masa di mana ketika itu beberapa adik kelas memintaku mengajari soal matematika, yang ternyata soal itu sangat sulit bagiku. Akan tetapi, karena orang-orang menganggapku pintar, tentunya aku tidak mau dianggap jadi tidak pintar hanya gara-gara tidak bisa mengerjakan soal itu. Aku berusaha keras sampai pada akhirnya bisa mengerjakan soal itu. 

Karena selama SD terbiasa dipanggil dengan sebutan Cah Pinter, membuatku merasa memiliki  tanggung jawab besar, menurutku semua yang aku lakukan harus sempurna dan jadi paling  utama. Aku rela mengorbankan apa saja demi mendapatkan hasil yang sempurna. Aku pernah rela begadang demi mengedit powerpoint kelompok yang sudah dibuat temanku, alasannya yha karena menurutku powerpoint itu masih kurang. 

Pernah juga aku mengerjakan tugas yang seharusnya itu tugas kelompok, tapi aku selesaikan sendiri. Karena yang ada di pikiranku saat itu adalah capek tidak masalah yang penting hasilnya bisa sesuai dengan standarku. Sebenarnya aku juga takut dianggap meremehkan pekerjaan orang lain, akan tetapi aku punya standar dan menurutku standar itu harus aku penuhi.  

Aku tidak pernah merasa cukup dengan apapun yang sudah aku kerjakan atau dapatkan.  Ini dapat dilihat ketika aku mengerjakan tugas laporan praktikum. Aku selalu membaca berulang-ulang setiap kata dan kalimat yang ada di bagian bab pendahuluan, mencari kesalahan-kesalahan yang mungkin masih bisa aku perbaiki dengan mengesampingkan bagian bab pembahasan yang belum selesai aku kerjakan. 

Sampai suatu hari aku pernah hampir telat mengumpulkan laporan praktikum di google classroom hanya karna waktuku terbuang untuk mengecek  kesalahan-kesalahan yang ada pada satu bagian tertentu dalam laporan itu. 

Bahkan terkadang  meski tenggat waktunya tinggal tersisa 5 menit, tapi kalau aku masih menemukan ada kalimat yang kurang tanda baca atau marginnya kurang lurus sedikit saja, aku  langsung membatalkan pengirimannya dan bergegas untuk memperbaikinya.  Dalam otakku pasti selalu berpikiran “kalau saja tenggat waktunya diperpanjang, pasti aku bisa lebih-lebih lagi daripada  ini.” Aku tidak mau dalam laporan praktikum itu ada komentar yang mengkritik kesalahanku. Tulisan tangan pun juga begitu pokoknya harus rapi,

jarak dan tinggi setiap hurufnya harus sama. Kalau aku lihat ternyata tulisannya kurang rapi, aku akan merobek kertas itu dan menulis ulang dengan tulisan yang lebih rapi. 

Kesalahan sekecil apapun dalam beraktifitas juga selalu membuatku terpikir sampai  melewati batas. Meskipun aku sudah berusaha untuk berbicara dengan baik, kadang pikiranku  cemas dan tidak tenang karena memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang sebenarnya  belum tentu akan terjadi. Misalnya “eh gimana ya kalau dia tersinggung dengan perkataanku?”

Setiap ada kata-kata yang tidak enak didengar terucap dari mulut orang lain, pasti aku langsung  kepikiran, merasa sedih, dan merasa bersalah. Meskipun menurut orang itu hanya lelucon, tapi aku selalu menganggap itu semua serius. Hal ini lah yang membuatku takut untuk keluar dari zona  nyaman atau mencoba hal-hal baru. 

Ini karena kesalahan sekecil apapun membuatku merasa bersalah dan overthinking, yang pada akhirnya menjadikanku orang gampang insecure.  Menurutku daripada salah atau gagal, lebih baik tidak perlu dilakukan. 

Akan tetapi itu dulu, sebelum akhirnya negara api menyerang

Aku mulai tersadar ketika tugas kuliah yang mulai datang dengan semua deadlinenya yang mepet.  Kalau aku menuruti semua sifat perfectionist-ku maka kesehatan mentalku bisa terganggu, waktuku banyak yang terbuang, aku akan mudah marah, capek, dan yang utama aku jadi tidak  bisa berkembang, aku akan tertinggal dari yang lain, dan tidak bisa menjadi versi lebih baik & terbaik dari diriku sendiri.

Kini aku tidak lagi berambisi ingin mengerjakan semua hal dengan menuntut kesempurnaan.  Contohnya, ketika mengerjakan tugas laporan praktikum, aku tidak lagi berekspektasi tinggi dengan nilai yang akan diperoleh nanti. Aku tidak lagi memaksa diriku untuk selalu mengecek berulang secara detail setiap bagian dari laporan praktikumku, hanya karena berharap mendapatkan nilai yang paling sempurna dan paling tinggi dari orang lain.

Sekarang bagiku mengerjakan tugas kuliah terlalu sempurna itu tidak penting, yang terpenting itu adalah semua tugas bisa terselesaikan tepat waktu dan masih memenuhi standar minimal. Karena pekerjaan yang baik bukanlah pekerjaan yang  sempurna, akan tetapi pekerjaan yang selesai. Dari hal ini membuatku memahami bahwa tidak ada manusia atau hal apapun yang sempurna di dunia ini. Karena kesempurnaan yang abadi hanyalah milik Allah, Tuhan pencipta dan pemilik alam semesta. Memaafkan diri sendiri karena melakukan kesalahan dan kegagalan

itu penting. Sebab dari kesalahan dan kegagalan tersebut kita bisa belajar menjadi manusia yang terus bertumbuh menjadi lebih baik.

Memang tidak ada salahnya memiliki keinginan untuk berusaha tampil perfect. Tentu,  kalau takarannya pas perfectionist bisa menjadi motivasi diri untuk menjalankan sesuatu  menjadi sangat baik dan membuat kita terus maju apapun tantangannya. Namun jika terlalu berlebihan, perfeksionis justru bisa membuat kamu tidak merasa bahagia dengan hidup mu sendiri.

Selesai…..

(Visited 26 times, 1 visits today)

Join The Discussion