Article

Analisis Puisi “Kepada Kawan” Karya Chairil Anwar dengan Menggunakan Pendekatan Stilistika

Narasi Budaya – Kritik sastra merupakan salah satu yang termasuk di dalam studi sastra. Berbagai pengertian dan batasan akan kritik sastra ini sering dijumpai, tetapi pada dasarnya memiliki kesamaan atau jalan pikiran yang hampir sama. Thrall dan Hibbard (1960) mengemukakan bahwa kritik adalah keterangan, kebenaran analisis atau judgement suatu karya sastra. Lebih lanjut, Hardjana (1981) mendefinisikan bahwa kritik sastra merupakan hasil usaha pembaca dalam menentukan dan mencari nilai suatu karya sastra melalui pemahaman dan penafsiran sistematik yang dituangkan dalam dalam bentuk tertulis. Kritik sastra juga dapat diartikan sebagai studi yang berkenaan dengan pengkelasan, pembatasan, penganalisisan, dan penilaian karya sastra (Abrams, 1981). Jassin (1962) mengemukakan pendapatnya secara lebih sederhana mengenai kritik sastra, yaitu pertimbangan baik dan buruknya suatu karya sastra. Dari pendapat-pendapat tersebut, dapat diketahui bahwa kritik sastra memiliki posisi yang penting di dalam sastra. Hal ini diperkuat oleh pendapat Wellek dan Warren (1955) yang menyatakan bahwa karya sastra tidak dapat ditelaah, diuraikan kekhasannya, serta dinilai tanpa dukungan dari prinsip kritik sastra.

Kritik sastra pada mulanya digunakan untuk membandingkan dan membedakan mana karya yang baik dan yang buruk. Namun, di dalam perkembangannya, kritik sastra tidak selalu berkenaan dengan penilaian baik buruknya suatu karya sastra. Hal ini sesuai dengan pendapat Abrams (1993) serta Cuddon dan Preston (1999) yang menyatakan bahwa kritik sastra memiliki tendensi pada penggunaan metode tertentu, penerapan teori kritis, praktik penyingkapan yang berada dalam teks, kerelatiifan, dan menghindari dari suatu penilaian atas baik buruknya suatu karya sastra. Hal itu juga diperkuat oleh pendapat Stanton dalam Nugraha dan Suyitno (2021) yang mengungkapkan bahwa kritik sastra dapat merujuk pada analisis dan evaluasi karya.

Kritik sastra memiliki berbagai model. Yudiono K. S. (2009) mengklasifikasikan model kritik sastra menjadi empat bagian, antara lain (1) berdasarkan teori Abrams, kritik sastra di bagi menjadi kritik sastra mimetik, pragmatik, ekspresif, dan objektif; (2) berdasarkan teknik penulisannya, kritik sastra dibagi menjadi kritik sastra akademik dan kritik sastra umum; (3) berdasarkan isinya, kritik sastra dibagi menjadi dua, yaitu kritik sastra teoritis dan kritik sastra terapan yang dapat dibagi menjadi kritik judisial, kritik induktif, dan kritik impresionistik; (4) berdasarkan aliran teorinya, kritik sastra terbagi menjadi new criticism, kritik sastra Merlyn, kritik sastra Marxis, nouvelle critique, kritik sastra psikoanalisis, kritik sastra linguistik (stilistik), kritik sastra feminis, dan kritik sastra eksistensialis.

Salah satu kritik sastra yang berdasar pada aliran teorinya adalah kritik sastra linguistik (stilistik). Stilistik dapat diartikan sebagai linguisitik yang digunakan dalam mengkaji pemakaian bahasa pada suatu karya karena terdapat keistimewaan di dalamnya (Junus, 1989). Sastra dapat dikaji secara linguistik karena di dalam suatu karya sastra digunakan bahasa yang khas dan hanya dapat dipahami dengan konsepsi yang sesuai atau tepat. Pengkajian melalui bahasa ini mendorong pembaca untuk memahami teks sastra secara lebih baik. Lebih lanjut, stilistik merupakan ilmu pemanfaatan bahasa dalam suatu karya sastra (Fransori, 2017). Penggunaan gaya bahasa yang terdapat dalam sastra, dituangkan oleh pengarang ketika mengungkap sebuah ide yang dipengaruhi oleh seni dan hati nurani. Pengarang akan menghasilkan karya sastra melalui pemikirannya dalam membentuk suatu konsep atau gagasan. Hal ini diperkuat oleh Aminuddin (1997) yang mengemukakan bahwa stilistika merupakan wujud dari cara pengarang dalam menggunakan sistem tanda yang sesuai dengan apa yang ingin disampaikan.

Pendekatan stilistik dalam kritik sastra mengarah pada ciri khas linguistik pada suatu teks dalam karya sastra itu sendiri. Menurut Leech & Short dalam Nugraha dan Suyitno (2021), hal itu memberikan keterkaitan ruang dari sudut pandang kritikus sastra dan ahli bahasa, seperti (1) mengapa pengarang mengekspresikan diri dengan cara seperti di dalam karyanya; dan (2) bagaimana efek estetik dapat tercapai melalui pilihan gaya bahasa seorang pengarang. Dalam pendekatan stilistik terdapat prinsip-prinsip yang harus diterapkan. Prinsip-prinsip tersebut dikemukakan oleh Atmazaki (1990), diantaranya (1) bahasa sastra berbeda dengan bahasa sehari-hari. Dalam hal ini peneliti harus mengetahui dan menyelidiki ketidaklaziman bahasa yang digunakan pada karya sastra, apakah karena kurangnya pemahaman pengarang atau adanya faktor kesengajaan guna mencapai estetika dan diskursif tertentu; (2) penggunaan bahasa atau bahasa sebagai medium merupakan fokus pendekatan stilistika; (3) penggunaan bahasa pribadi oleh pengarang dalam karya sastra perlu dilihat di dalam konteks bahasa pada zaman tertentu; dan (4) peneliti dengan pendekatan stilistik perlu menyadari perannya dalam menafsirkan suatu karya sastra sehingga dapat membantu pembaca memahami apa yang disampaikan oleh pengarang melalui karya sastra tersebut.

(Visited 104 times, 1 visits today)

Join The Discussion