Esai

Tradisi Lopis Raksasa Desa Krapyak Kota Pekalongan

Narasi Budaya – Sejarah tradisi Lopis di Desa Krapyak sangat menarik. Tradisi ini diadakan =setelah melaksanakan puasa satu bulan penuh pada bulan Ramadhan, kemudian melaksanakan kegiatan di Hari Raya Idul Fitri. Setelah dua hari lebaran, masyarakat desa krapyak melaksanakan puasa sunnah selama 6 hari. Hari ketujuh yang bertepatan pada tanggal 8 syawal menjadi lebaran yang kedua bagi masyarakat krapyak. Warga setempat melakukan silaturahmi dari pintu ke pintu dalam satu lingkup wilayah bukan secara keseluruhan, karena pada saat itu masyarakat tersebut masih terbilang sangat religius walaupun sudah menjalankan puasa satu bulan penuh tetapi masih melakukan puasa sunnah selama 6 hari sebagai bentuk penyempurnaan amaliyah pada bulan yang mulia.

Tradisi Lopis ini pernah vakum. Hal ini dijadikan sebagai sebuah kesempatan oleh sekelompok orang pada saat itu, mungkin tujuan mereka baik untuk mengenalkan pada khalayak umum bahwa lopis raksasa itu ada, tetapi pada saat itu menggunakan cara hanya sebagai replika, artinya lopis tersebut dibuat dengan batang pohon pisang kemudian dibalut dengan daun pisang dan di rebus, setelah itu lopis tersebut digantung seperti halnya lopis yang asli. Kemudian yang menjadi masalah adalah berbagai komentar masyarakat yang datang ke tempat perayaan lopis tersebut, maka dari itu untuk menjaga tradisi lopis tetap terjaga para pendahulu mulai tergerak lagi untuk mengembalikan tradisi lopis tersebut seperti biasanya.

Rangkaian acara dalam tradisi Bodo Lopis terdiri dari persiapan lopis raksasa yang berlangsung selama tiga hari empat malam dan untuk kemasannya berupa setengah kwintal beras ketan, 1000 liter santan, garam dan daun pisang diperlukan Pembuatan lopis raksasa dilakukan oleh penduduk desa Krapyak secara gotong royong. Untuk produksi lopisnya sendiri, Pemda Pekalongan mendapat dana sekitar  24-30 juta rupiah. Selain menyiapkan lopis raksasa, warga desa Krapyak menyiapkan hidangan dan penganan pelengkap lopis.

Lopis raksasa yang sudah matang dibiarkan semalaman, pagi harinya dihias, kemudian didoakan terlebih dahulu oleh para pemuka agama, kemudian dibawa keliling desa dan dipotong secara simbolis oleh Walikota Pekalongan sebelum dibagikan. Dari penduduk secara gratis. Selain itu, warga desa Krapyak menawarkan kesempatan kepada pengunjung dari luar negeri untuk membuka “pintu terbuka” dengan menawarkan makanan dan minuman gratis. Dalam rangkaian acara Syawalan Bodo Lopis ini di suguhkan hiburan oleh Orkestra Dangdut Pantura, pentas seni dan hadrah. Dinas Pariwisata Kota Pekalongan kini menjadikannya sebagai acara tahunan, sehingga makna tradisi “Lopis Raksasa” berubah.

Tahapan dalam pembuatan lopis yaitu pertama, merebus beras ketan di beberapa tabung yang berukuran medium hingga tingkat kematangannya mencapai 75%,. Kedua, setelah tingkat kematangan 75% kemudian beras ketan tersebut di letakan di sebuah lapisan seperti matras, lalu ditumbuk menggunakan pelepah daun nipah. Ketiga, setelah ditumbuk maka dimasukan kedalam media atau tabung yang lebih besar, kemudian dilanjutkan ke tingkat perangkaian dengan sedemikian rupa supaya lopis tersebut menjadi kokoh dan kuat untuk berdiri.

Lopis mengandung nilai filosofi persatuan dan kesatuan sebagaimana terkandung dalam tiga sila perjuangan. Dalam kemasannya, ketan dibungkus dengan daun pisang diikat dengan tali, lalu direbus selama empat hari tiga malam agar biji ketan melekat kuat dan tidak pecah. Sedangkan memilih daun pisang untuk kemasan juga masuk akal. Itu dianggap sebagai simbol perjuangan untuk tidak mau mati sebelum berbuah dan melahirkan banyak anak. Dengan kata lain, dia tidak ingin mati sebelum mengabdi dan meninggalkan generasi penerus sebagai estafet perjuangan.

Masyarakat Kota Pekalongan membentuk masyarakat multietnis yang terdiri dari suku Jawa, Arab, Tionghoa, dan Bugis. Hal ini terlihat dari keberadaan Pecinan, Kampung Pekojan dan Bugisan. Masyarakat yang hidup dengan tokoh-tokoh budaya membentuk akulturasi unik yang menjadi ciri khas kota Pekalongan, motif naga atau burung phoenix ciri khas budaya Tionghoa. Dari segi kuliner, ada tauto yang merupakan perpaduan antara soto dan tauco, perpaduan masakan lokal dan China. Nasi uwet, nasi kukus yang disajikan dengan semur daging domba yang dimasak dengan bumbu khas Timur Tengah. Tradisi Bodo Lopis merupakan bentuk akulturasi masyarakat Jawa, Tionghoa, dan Arab yang terbukti dengan rangkaian acara yang memadukan budaya Jawa, Arab dan Tionghoa dalam satu tradisi yang diasosiasikan dengan rasa persatuan dan persaudaraan.

Editor : Bintang Eka Priyangga

(Visited 29 times, 1 visits today)

Join The Discussion