Puisi

Di Persimpangan Semesta

hal ihwal negeri-negeri yang telah lama tersentuh oleh jari-jari bengal, 
tangan-tangan amoral; di dalamnya kita menabur benih ketaksaan
benang-benang perasa dari relung halai-balai.
sebab saat ini langit terasa pahit, meneteskan air asam dan keruh, 
dari cerobong asap yang merusak hamparan dingin atmosfer yang menyabuk erat melingkari
cakrawala; yang membawa badai hangat.

logam-logam resah menumpuk karat, roh-roh rusuh terbakar baskara
bumi semakin tersulut, sementara luka di dada yang rapuh semakin meradang.
di sisi lain, pencuri dengan senang hatinya menelanjangi tubuh rimba 
hingga wajah-wajah hijau perlahan menjelma abu
lalu saat hujan menerpa, ia mengalir tanpa tujuan.

pendar senja dan malam yang menua kembali merasakan kacau itu di hadapan sunyi
dalam kemelut ini, biarkan sanubari menyentuh bumi yang tak terarah, 
meski kini luluh bahkan menjadi kerontang,
tetap tumpahkan air mata dari lubuk terdalam, agar mereka kembali bersemi
jua benih-benih itu menumbuh pepohonan yang benar-benar peduli terhadap hirup udara
dan akar – mengakar menopang kokohnya masa depan–peradaban.

Penulis: Zanida Zulfana Kusnasari

(Visited 54 times, 1 visits today)

Join The Discussion