Esai

Perceraian dan Psikis Anak

“Setiap anak menginginkan keluarga yang sempurna, tapi tidak semua anak mendapatkannya…..” Anonim

Kita semua sepakat bahwasanya keluarga yang sempurna adalah keluarga yang keberadaan orang tua dan anak yang lengkap dan utuh, rumah yang nyaman, dan kehangatan kasih sayang yang melimpah. Namun, kenyataan tidaklah seindah ekspektasi, faktanya masih banyak anak yang tidak memiliki keluarga yang sempurna. Salah satunya adalah anak berlatar belakang keluarga broken home, anak-anak ini harus menerima kenyataann bahwa kedua orang tuanya telah bercerai.

Dari data badan pusat statistik, menunjukan bahwa jumlah kasus perceraian di Indonesia mencapai 447.743 kasus pada tahun 2021 dan meningkat 53,50% dibandingkan tahun 2020 yang mencapai 291.667 kasus. Tentunya banyak penyebabnya, mulai dari faktor ekonomi, perselingkuhan, maupun kekerasan.

Lantas bagaimanakah psikis anakanak yang mengetahui bahwa orang tuanya telah bercerai?

Sebuah situs Halodoc menjelaskan bahwa dunia anak adalah dunia yang sangat bergantung pada orang tua, terutama anak di usia 7-13 tahun yang mulai merasakan perbedaan ketika orang tuanya mendadak berpisah. Berada di dekat orang tua, menerima pengasuhan dari keduanya, dan penerimaan dari lingkungan. Sering kali orang tua menganggap asal pengaturan pertemuan ayah dan ibu dilakukan dengan baik, maka anak tidak akan merasakan perubahan apa pun. Padahal, dampak orang tua bercerai pada anak sangat mengena pada psikologi anak.

Beberapa hal di bawah ini adalah dampak psikologi pada anak ketika orang tua memutuskan untuk bercerai:

Mendadak Menjadi Pendiam

Keriangan serta keceriaan anak mendadak jadi berkurang saat orang tuanya tidak lagi bersama. Ini disebabkan karena pertanyaan-pertanyaan tak terjawab yang disebutkan di atas yang membuatnya sibuk dengan pikiran kecilnya dan mengabaikan hal-hal di sekitarnya. Anak cenderung melamun dan tidak aktif seperti biasanya.

Menjadi Agresif

Beda anak beda juga caranya menanggapi sebuah perubahan. Ada anak yang menjadi pendiam, tapi ada juga anak yang mendadak agresif. Jika orang tua menemukan perubahan temperamen anak tiba-tiba cepat marah, mau memukul temannya atau melempar barang, bisa jadi ini caranya mencari perhatian.

Tidak Percaya Diri

Dampak orang tua bercerai pada anak salah satunya adalah anak menjadi tidak percaya diri ketika berada di lingkungannya. Perceraian menjadi beban mental tersendiri buat anak, ketika anak-anak yang lain memiliki orang tua yang lengkap, sedangkan dirinya tidak. Anak merasa tersisih dari lingkungan karena kehilangan konsep sosial seperti kebanyakan teman-temannya. Akibatnya, anak mulai menarik dan menutup diri, bahkan tak jarang ada yang menjadi gugup ketika berhadapan dengan orang banyak.

Pesimis Terhadap Cinta

Ketika anak menghadapi perceraian orang tuanya sejak usia muda, menginjak remaja dan dewasa kemungkinan besar anak akan merasa pesimis terhadap cinta. Akan tertanam di benaknya, orang tuanya yang dulunya saling sayang bisa bercerai, bisa jadi dirinya juga tidak akan menemukan cinta sejati. Dampak orang tua bercerai bisa sampai kepada anak mencapai usia dewasanya. Kenangan perpisahan, perasaan sedih, kecewa yang dialaminya ketika kecil akan membekas dan membuatnya pesimis memandang hubungan pria dan wanita.

Marah Terhadap Dunia

Dampak orang tua bercerai pada anak bisa sampai pada agresif yang sudah merusak seperti kemarahan tak wajar pada orang-orang di sekeliling dengan alasan supaya orang lain juga merasa tidak bahagia seperti yang dialaminya. Kemarahan-kemarahan tak wajar ini seringnya ditunjukkan dengan sengaja membuat kesal, membuat keributan di sekolah, memberontak terhadap aturan yang dibuat di rumah dan sekolah, serta sengaja membuat orang di sekeliling marah.

Bagaimanakah cara menghadapi anak yang berlatar belakang keluarga broken home?

Menurut Prof. Tamara Afifi (Pembicara TEDxUCSB Talk: The impact of divorce in childen), sebagian besar anak akan merasa stres beberapa saat setelah orang tuanya bercerai. Namun, stres ini bisa terjadi dalam waktu yang lama dan ‘kambuh’ kapan saja. Berikut ini adalah beberapa tips yang bisa Anda lakukan setelah bercerai untuk membantu si kecil pulih dari rasa sakitnya:

1. Bantu anak ekspresikan emosinya

Biarkan anak menunjukkan apa yang dirasakanya setelah mendengar kabar perceraian orang tuanya. Hindari menggunakan kata-kata “Jangan khawatir, semuanya akan baik-baik saja.”

Pasalnya, kalimat tersebut justru membuat si kecil merasa orang tuanya tidak memahami kesedihan yang ia rasakan. Jadi, alih-alih mengatakan hal tersebut, Anda bisa mengajaknya berbicara dan menanyakan apa yang ia rasakan saat itu. Ucapkan padanya bahwa ia boleh menangis dan marah saat itu. Namun, di akhir tetap ingatkan bahwa Anda akan selalu berada di sampingnya dan tidak akan meninggalkannya.

2. Berikan pengertian kalau hal ini terjadi bukan karena salah si kecil

Tanpa disadari, setelah bercerai mungkin si kecil akan bertanya-tanya apa penyebab dari kejadian ini. Sering kali pikiran yang muncul adalah orang tuanya tidak sayang padanya. Beberapa anak berusaha mencegah perceraian ini dengan berperilaku baik dengan harapan kedua orang tuanya tidak jadi berpisah. Namun, ketika kenyataanya perubahan sikapnya tidak mengubah apa pun, ia berbalik sedih, marah, dan hilang kepercayaan pada dirinya. Edward Teyber, PhD, seorang psikolog California State University dan penulis buku Helping Children Cope with Divorce, mengungkapkan bahwa orang tua harus terus-terusan meyakinkan bahwa hal ini tidak ada kaitannya dengan sang buah hati. Katakan juga bahwa Anda berdua akan selalu sayang padanya.

3. Jadwalkan waktu untuk bertemu dengan anak

Anak harus merasakan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Aturlah waktu supaya anak tetap bisa bertemu ayah atau ibunya. Alangkah baiknya jika Anda bisa bermain bersama, meskipun ini artinya Anda harus meredam ego.

4. Perhatikan perubahan perilaku anak

Pada beberapa kondisi, anak berusaha bersikap baik-baik saja, seolah tidak ada masalah. Anak bisa saja berpikir untuk tidak membebankan Anda dengan perasaan sedih dan kecewanya. Namun, tetap awasi perubahan perilaku anak, seperti perubahan pola makan, prestasi sekolah yang merosot, berat badan, aktivitas sehari-hari, dan lain-lain. Bisa saja itu menjadi tanda bahwa anak diam-diam merasa depresi dan stres.

5 tahun yang lalu saya hampir bunuh diri dikarenakan perceraian orang tua saya, saya juga sampai mencoba hal-hal yang melanggar hukum,  mulai dari minum-minuman keras, merokok dan bolos sekolah. Namun, seiring berjalannya waktu saya mulai berubah. Bagaimanakah caranya? Saya mulai berubah dimulai dari teman dekat saya yang mengatakan sebuah kalimat yang sampai saat ini saya ingat, yaitu “Sampai kapan kamu akan berada di dalam fase kecewa ini, apakah sampai keluargamu tahu dan kecewa terhadap dirimu?” Dari kalimat itu saya mulai berubah.

Dari permasalahan tersebut dapat disimpulkan bahwa betapa pentingnya orang-orang di sekitar anak yang berlatar belakang broken home karena biasanya orang-orang di sekitanyalah yang menjadi tempat cerita, salah satunya adalah teman.

Demikianlah pentingnya keluarga dalam menghadapi anak yang berlatar belakang broken home. Perceraian adalah keputusan orang tua, tapi perceraian tidaklah harus menjadikan anak korban dalam perceraian.

Editor: Nila Prihartanti

(Visited 29 times, 1 visits today)

Join The Discussion