Article

Pandemi Musibah atau Anugerah

Pandemi Musibah atau Anugerah

Judul diatas mungkin bisa membuat kalian penasaran. Kebanyakan orang pasti berpikir, “Pandemi bagaimana bisa menjadi anugerah?”. Ya, tentunya sesuai fakta yang terjadi. Pandemi banyak merugikan seluruh kalangan. Banyak bisnis yang bangkrut, karyawan yang di-PHK, bahkan bagi berbagai negara pandemi menjadi sebuah masalah yang sangat krusial, tetapi dibalik semua musibah pasti ada hikmahnya. Cukup klise bukan? Saya pun berpikir begitu ketika menuliskan kalimat ini. Kata-kata yang kalian sering dengar ini, mungkin terdengar seperti omong kosong belaka. Lalu bagaimana kita bisa melihat pandemi sebagai sebuah anugerah?
Bukankah kalian pernah berpikir, belakangan ini muncul banyak bisnis baru. Para pelaku UMKM mulai merebak luas. Bahkan ketika saya membuka aplikasi Tiktok, isi FYP atau For Your Page saya adalah banyak bisnis. Pandemi secara tak langsung ternyata membuat orang menjadi semakin kreatif. Banyak karyawan yang ter-PHK lalu beralih menjadi pebisnis.
“Ah itu mah perasaan kamu saja?” batin kalian mungkin seperti ini. Tetapi ternyata, dibalik tulisan ini, sang penulis pun memiliki bukti nyata, yaitu diri saya sendiri.
Nama saya Ailsa Luthfiana, mahasiswi semester dua jurusan D3 Manajemen Bisnis di Sekolah Vokasi Universitas Sebelas Maret. Semua orang mungkin melihat saya sebagai seseorang yang bahagia dan hidupnya berkecukupan. Tetapi saya rasa, 18 tahun hidup di dunia ini membuat saya tersadar, bahwa semua orang hanya memakai topeng untuk terlihat sempurna di mata orang lain.
Apakah saya bahagia?
Sejak kecil sekali, bahkan saat saya belum sadar apa itu cinta, tuhan bahkan tidak pernah sekalipun menunjukkan arti cinta yang sebenarnya. Terlahir di keluarga broken home membuat saya merasa tidak layak dicintai dan tidak berarti. Saya sering mendengar kedua orangtua saya beradu mulut, bahkan melempar barang-barang. Ailsa kecil saat itu tidak mengerti apa yang terjadi. Namun perlahan, ia mulai memahaminya. Usia 12 tahun, ayahnya berhenti bekerja. Bahkan saat ayahnya berada di sisinya, dia tidak sekalipun merasa dicintai ayahnya sendiri yang konon seharusnya menjadi cinta pertama seorang anak perempuan.
Ibu saya keras, mendengar amarah dan teriakan ibu saya sudah menjadi makanan sehari-hari. Sejak kecil, saya sudah sering dididik bahwa perempuan harus bisa mandiri. Mungkin karena terlahir dengan latar belakang keluarga yang seperti itulah yang membentuk diri saya sekarang. Yah, saya tidak akan menceritakan latar belakang saya secara detail. Hanya sedikit gambaran, bahwa seseorang yang terlahir di keluarga yang “rusak” belum tentu akan “rusak” juga dirinya.
Usia saya saat itu 17 tahun, bocah yang baru saja lulus dari bangku smp dengan pedenya membuka bisnis kuliner kecil-kecilan. SMAN 1 Surakarta, tempat saya bersekolah pada saat itu. Berada di lingkungan dengan teman-teman yang suportif membuat saya memberanikan diri untuk memulai satu hal baru. Ya, membuat sebuah bisnis. Memulai bisnis dengan bermodalkan Instagram, dengan nama @Els_Eatery, saya memulai bisnis yang saya kira tidak akan berjalan lama. Uniknya, bisnis yang saya buat tanpa tujuan dan pada saat itu hanya asal jalan saja ini, sukses menarik hati konsumen karena cita rasanya yang enak. Puncaknya ketika pandemi, satu kali Pre-Order, pesanan saya tembus hingga 250 pack dalam sehari. PSBB membuat masyarakat jarang keluar rumah sehingga mencari makanan via online. Sebagai bisnis berbasis online, tentu saya sangat diuntungkan. Bahkan pada April 2021, saya membuka bisnis baru lagi bernama Elsbakeology yang menjual dessert. Jadi bagi saya, pandemi bukanlah sebuah musibah, akan tetapi merupakan sebuah anugerah.
Karena pandemi merubah saya menjadi Ailsa yang pekerja keras. Mengikuti perkuliahan sembari menjalankan bisnis bagi saya sendiri adalah suatu kebanggaan yang besar. Berkat bisnis saya, saya bisa membeli handphone, laptop, hingga membayar UKT dengan penghasilan saya sendiri. Saya juga bisa membuat lapangan pekerjaan untuk orang lain, mengikuti berbagai kegiatan perlombaan bisnis, hingga diundang menjadi pembicara pada beberapa seminar bisnis. Bagi saya, pandemi justru merupakan titik kebangkitan saya, dimana diri saya bisa menjadi lebih berkembang. Dan pandemi merupakan anugerah bagi saya, karena berkatnya saya dapat menjadi Ailsa yang sekarang.
Uniknya, ketika saya merubah cara pandang terhadap suatu hal, maka saya merasa lebih bahagia. Pernah pada suatu masa saya merasa sangat putus asa dengan kondisi yang ada, saya menyesal dilahirkan dengan memiliki keluarga yang tidak sempurna. Namun lihatlah, daripada tenggelam dalam kesakitan yang saya derita, saya masih menulis disini karena bisa bertahan. Justru pengalaman menyesakkan itulah yang menjadikan saya menjadi diri saya yang sekarang. Ailsa yang jauh lebih kuat dari sebelumnya. Maka untuk kalian yang sedang merasa sedih dan putus asa, apalagi karena kondisi pandemi, dongakkan kepalamu dan lihatlah sekitarmu, masih banyak hal baik yang ada di dunia. Karena siapa tahu, itu yang salah bukanlah dunia, tetapi cara pandangmu akan dunia.

(Visited 56 times, 1 visits today)

Join The Discussion