Esai

Kurangnya Perhatian Orangtua, Pengaruhi Mental Anak

Seperti yang telah diketahui, kesehatan mental menjadi topik yang sangat marak saat ini. Sudah banyak  berita cukup tragis akibat dari ketidaksehatan mental yang dialami oleh setiap kalangan baik orang dewasa, remaja, termasuk anak-anak. Salah satu faktor pengaruh dari sehat atau tidaknya mental seseorang adalah keluarga.

Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang memberikan dasar-dasar bagi tumbuh kembang anak. Hal ini juga memiliki pengaruh yang menentukan pada pembentukan karakter dan kepribadian anak, meninggalkan jejak yang tak terhapuskan pada kepribadian anak. Akibatnya, baik buruknya aspek keluarga ini berdampak pada perkembangan anak menuju dewasa.

Pola perilaku, keyakinan, dan pengaruh dari orang tua hampir selalu dapat ditemukan pada pribadi anak-anaknya. Kebiasaan sehari-hari, cara berpikir, juga sikap hidup keluarga berdampak signifikan terhadap proses perkembangan perilaku dan sikap anggota keluarga, khususnya anak. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa perilaku orang tua mudah diturunkan kepada anak-anak puber maupun remaja yang jiwanya masih belum seimbang dan sedang mengalami banyaknya gejolak batin.

Kualitas rumah tangga atau kehidupan keluarga tentunya sangat berpengaruh dalam perkembangan kepribadian anak menuju keseimbangan dan kesehatan mental atau bahkan hal terburuknya dapat membuat psikologi anak menjadi sangat terganggu. Berbagai penyebab yang biasanya terjadi adalah ayah dan ibu terlalu sibuk dengan masalahnya sendiri, perselisihan yang berlarut-larut, ekonomi yang tidak stabil serta menginginkan anaknya untuk tunduk terhadap setiap pilihan yang mereka pilih tanpa memikirkan apa yang anaknya inginkan dan senangi sehingga anak merasa terkekang dan terabaikan. Lalu, kebutuhan fisik dan psikologis anak kemudian menjadi tidak terpuaskan. Mereka tidak puas dan merasa tidak dihargai. Kemudian, anak tidak mendapatkan pelatihan fisik dan mental yang diperlukan untuk memahami bentuk tanggung jawab dan sikap disiplin.

Anak-anak sering merasa khawatir, bingung, terpojok, atau merasa tidak berguna sebagai akibat dari perlakuan buruk tersebut di atas. Kemudian, anak-anak ini mencari bantuan dari kecemasan mereka di luar rumah. Tak sedikit dari mereka yang bergabung dengan geng yang kurang bermoral atau sekelompok anak kriminal yang menderita berbagai masalah mental dan saling berbagi nasib karena merasa bahwa di tempat itulah mereka seperti dianggap karena di dalamnya berisikan sekumpulan orang yang mengalami luka yang kurang lebih sama dengannya, sehingga memiliki pemahaman satu sama lain. Anak yang tidak mendapat perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya terus-menerus merasa tidak aman, seolah-olah kehilangan pijakan atau perlindungan.

Kemudian, mereka memperoleh reaksi dari hasil yang mereka dapat seperti kepahitan hidup mengenai lingkungan keluarga secara tidak sengaja. Anak-anak ini mulai merasa kehilangan sosok “rumah” yang di mana peranannya menjadi sesuatu yang aman, nyaman, serta damai untuknya berkeluh kesah. Namun, nyatanya tidak. Mereka menjadi lebih suka menjelajahi dunia di luar keluarga dekat mereka.

Anak-anak yang diasuh di rumah dengan sedikit atau tanpa pengawasan dan pelatihan disiplin yang teratur akan kurang mampu mengenali nilai-nilai moral dan etika yang kenyataannya harus diterapkan dalam lingkungan sosial. Mereka menjadi terlalu bingung dan berperang terhadap keadaan dirinya sendiri tentang hal apa yang harus mereka lakukan tanpa melukai siapa pun. Kenyataannya, banyak di antara mereka yang berkembang menjadi tidak peka terhadap nilai kesusilaan, dan malah menjadi lebih rentan terhadap pengaruh negatif eksternal. Akibatnya, anak-anak akan selalu merasa sulit atau bahkan tidak mungkin untuk mengembangkan sikap disiplin dan pengendalian atas dirinya.

Kebanyakan orang tua lebih memilih untuk mengutamakan kebutuhan jasmani anaknya daripada kebutuhan perkembangan karakternya karena mereka beranggapan hanya dengan kebutuhan berupa materi, anak akan merasa senang dan tugas mereka untuk menyenangkan anak sudah terpenuhi. Tidak sedikit anak yang merasa dirinya tidak mendapat kasih sayang ini memiliki ego dan rasa amarah yang menjalar cukup tinggi pada dirinya, di sisi lain juga mereka ada yang cukup pendiam dan memendam segala emosi yang mereka rasakan karena takut dimarahi oleh orang tuanya, sebab apabila tidak sepaham dengan orang tuanya maka artinya mereka telah menentang keputusan orang tuanya.

Pada media sosial juga sering sekali ditemukan postingan berupa keluhan-keluhan dari seorang anak yang merasa tidak nyaman bahkan terancam dengan sikap serta sifat orang tua yang dilakukan terhadap mereka. Tidak jarang pula, mereka melakukan hal-hal yang melukai dirinya, hal tersebut sering diketahui oleh banyak orang sebagai self harm bahkan yang lebih parahnya ada yang sampai melakukan bunuh diri.

Sebenarnya, seorang anak layak untuk mengatur, memulai, dan menentukan arahnya sendiri agar mampu mengembangkan kebebasan berpikir yang efektif serta baik. Berkaitan dengan hal tersebut, karakteristik orang tua yang sangat mengontrol atau mendominasi anaknya akan berdampak negatif terhadap perkembangan karakter anak dalam keluarga. Hal ini dapat diamati dari kenyataan bahwa semakin banyak anak muda yang sehat dan cerdas, tetapi kepribadian mereka jauh dari harapan.

Ketika anak-anak mereka tidak mengikuti aturan dan kepercayaannya, orang tua biasanya akan menghukum mereka. Pada akhirnya, anak akan terus mengikuti aturan keluarga hanya karena mereka tidak ingin dihukum. Hal tersebut dapat memengaruhi keseimbangan hidupnya dan dapat dikatakan sebagai toxic dalam kategori keluarga.

Selanjutnya, seburuk apapun keadaan anak, anak tidak mau menjadi pengkhianat keluarganya karena tidak patuh. Hal-hal semacam itu kemungkinan besar akan berdampak jangka panjang pada kesehatan mental anak-anak. Perhatian orang tua tentunya berkaitan dengan masalah komunikasi yang terjadi antara orang tua dengan anak, akan tetapi orang tua seringkali tidak memperhatikan atau berkomunikasi dengan baik dengan anaknya, hanya memikirkan keinginannya sendiri tanpa mengetahui apa yang diinginkan anaknya. Dengan mencermati masalah ini, terlihat jelas bahwa hal tersebut erat kaitannya dengan masalah komunikasi antara orang tua dan anak, serta bagaimana cara mengatasi perilaku orang tua yang toxic bagi kesehatan anak.

Lalu, langkah seperti apa yang baiknya dilakukan orang tua dalam mendidik anaknya supaya memiliki kesehatan mental yang baik? Tetap fokus pada tindakan anak saat menghukum atau mengkritik kesalahannya. Katakan bahwa perilaku tersebut tidak pantas atau tidak diinginkan tanpa melabelkan anak tersebut sebagai “anak yang tidak tahu terima kasih” atau “anak tidak tahu diri”. Ajari anak bahwa memenangkan atau mencapai tujuan bukanlah segalanya, dan kenali bahwa hal terpenting dari menyelesaikan sesuatu adalah menikmati prosesnya.

Ketika anak berpartisipasi dalam suatu perlombaan, lebih baik tanyakan bagaimana perasaannya selama pertandingan berlangsung daripada menanyakan dirinya menang atau kalah. Menuntut agar anak menang sepanjang waktu dapat menyebabkan rasa takut untuk mencoba hal-hal baru yang dapat membuat anak frustasi. Selain kesempatan untuk mempelajari hal-hal baru dan hidup bebas, anak harus menyadari perilaku tertentu yang harus dihindari dan akibat dari tindakan apa yang telah ia lakukan.

Selanjutnya, peran orang tua dalam mendidik anaknya sangatlah penting, terutama dalam pembentukan kualitas mental yang akan dimiliki oleh anak. Memberi nasihat dan memimpin dengan memberi contoh adalah cara paling efektif untuk mengembangkan perilaku disiplin mereka, akan tetapi tetap disesuaikan dengan norma sosial serta prinsip agama agar tidak kehilangan arah.

Lingkungan rumah yang aman dan keluarga yang harmonis akan membantu perkembangan mental anak, sedangkan lingkungan rumah yang tidak aman dapat menyebabkan anak menjadi mudah khawatir atau takut sehingga dapat menghambat pertumbuhan anak. Selain itu, kondisi rumah yang tepat akan membantu anak mendapatkan kembali kepercayaan diri ketika menghadapi kesulitan dan masalah. Membiarkan anak bersosialisasi dengan orang lain atau teman sebayanya juga penting untuk menyadari kekurangan dan kemampuan mereka sendiri agar mereka mampu belajar untuk hidup berdampingan dengan orang lain.

Oleh karena itu, memuji mereka ketika mereka mulai mempelajari hal-hal baru, membantu anak dalam menetapkan tujuan yang sesuai dengan kemampuan mereka, menghindari kata-kata, sikap, dan perilaku yang menyebabkan anak menyerah, mengajarkan anak bagaimana cara bekerja yang baik dalam sebuah kelompok, mengajari mereka kejujuran ketika mereka melakukan hal yang salah, serta mau menerima kekalahan sangat perlu diajarkan orang tua kepada anak agar mereka memiliki kualitas pribadi yang baik untuk dirinya sendiri, dan orang lain dengan tetap memiliki prinsip hidup sesuai dengan keyakinan mereka selama ini dari berbagai perjalanan yang telah mereka lalui.

Editor: Nila Prihartanti

(Visited 31 times, 1 visits today)

Join The Discussion