Bahasa

Jaga Kesantunan Tutur dalam Pergaulan, Maksimalkan Pahala di Bulan Ramadhan

Narasi Budaya – Kemampuan bertutur atau berbahasa hakikatnya merupakan kemampuan khusus yang diciptakan untuk manusia. Dengan kemampuan bertutur tersebut, manusia dapat membangun hubungan sosial dengan sesame manusia di sekelilingnya. Kemampuan berbahasa berkaitan erat dengan kesantunan tutur, yang mana semakin tinggi kemampuan tersebut dapat meningkatkan derajat seseorang. Semakin santun tuturan yang diucapkan, serta semakin meyakinkan, menyenangkan, menarik dan beretika, maka dapat meningkatkan kualitasnya di antara yang lain. Sikap santun dalam tuturan atau kesantunan berbahasa juga sangat penting dilakukan oleh penutur untuk menghargai mitra tutur. Secara linguistik, tingkat kesantunan dalam tuturan khususnya tuturan imperatif (perintah) ditentukan oleh ada atau tidaknya tuturan penanda kesantunan (Djarot & Muhammad, 2019). Ungkapan-ungkapan penanda kesantunan tersebut bisa berupa maaf, tolong, coba, mohon, terima kasih dan sebagainya. Tak terbatas pada ungkapan penanda kesantunan saja, tuturan imperatif juga dipengaruhi oleh panjang pendek tuturan, urutan, intonasi, dan isyarat kinesik.

Panjang pendek tuturan yang digunakan dalam percakapan berkaitan erat dengan kesantunan. Orang yang berucap secara langsung dalam menyampaikan sesuatu akan dianggap sebagai orang yang cenderung tidak sopan. Sedangkan, semakin panjang tuturan seseorang maka dapat diartikan semakin besar pula keinginan orang itu untuk bersikap santun kepada lawan bicaranya. Hal ini dapat dicontohkan pada kalimat perintah berikut: “Tas merah dong!”, “Ambilin tas merah dong!”, dan “Tolong ambilin tas merah dong!”. Dari tuturan perintah tersebut dapat disimpulkan bahwa tuturan yang memiliki jumlah kata lebih banyak atau lebih panjang dianggap sebagai tuturan yang lebih santun.

Selain panjang pendek tuturan, tingkat kesantunan juga dipengaruhi faktor kedudukan atau status sosial penutur dan mitra tutur dalam suatu percakapan atau peristiwa tutur. Perbedaan status sosial tersebut mencakup pula pada perbedaan tingkat ilmu (mahasiswa dan dosen) dan status kelembagaan (mahasiswa dan pejabat/pengurus kampus). Dalam sebuah pergaulan, semakin  dekat hubungannya maka semakin berkurang tingkat kesantunan dalam setiap percakapannya. Salah satu penyebabnya adalah karena faktor lingkungan asal. Lingkungan sudah terbukti sangat memengaruhi cara berbahasa dan kesantunan tutur seseorang.

Kesantunan Tutur di Bulan Ramadhan

Kesantunan Tutur adalah salah satu hal yang dianjurkan untuk dijaga di bulan Ramadhan. Sebagai umat muslim, menjaga lisan yang baik adalah hal yang sangat dianjurkan.  Sebagaimana dalam QS. Al-Ahzab ayat 70-71, Allah SWT berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu sekalian kepada Allah dan bertuturlah (dengan perkataan yang) benar, niscaya Allah memperbaiki amalan-amalanmu dan mengampuni dosa-dosamu. Barangsiapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya dia telah memperoleh kemenangan yang besar.” (QS. Al-Ahzab: 70-71)

Selain tertulis dalam kitab suci Al Qur’an, anjuran menjaga lisan juga disampaikan dalam sebuah hadist yang diriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra., bahwa Nabi Muhammad SAW., bersabda: “Seorang muslim adalah seseorang yang orang muslim lainnya selamat dari gangguan lisan dan tangannya.” (HR. Bukhari, Nomor 10). Kesantunan tutur merupakan hal yang patut dupayakan oleh seluruh penutur di dunia. Selain megandung kesantunan yang dapat menghargai lawan tutur, kesantunan dalam berbicara juga dapat memaksimalkan pahala yang akan didapatkan di bulan Ramadhan mendatang.

(Visited 6 times, 1 visits today)

Join The Discussion