Uncategorized

CULTURE SHOCK ANAK BEKASI MERANTAU DI KOTA SOLO

Narasi Budaya – Di sini saya akan bercerita tentang pengalaman saya yang mengalami culture shock saat menjadi mahasiswa salah satu universitas di Kota Solo. Saya berasal dari kota Bekasi yang terkenal dengan cuacanya yang panas. Culture shock adalah perasaan seseorang merasa tertekan serta terkejut ketika berhadapan dengan lingkungan dan budaya baru. Seseorang yang mengalami gegar budaya, biasanya akan merasa cemas, bingung, frustasi. Penyebabnya adalah Ia kehilangan tanda, lambang, dan cara pergaulan sosial yang diketahuinya dari kultur asal.

Saya sebagai mahasiswa yang merantau jauh ke Kota Solo mengalami culture shock yang menurut saya berbeda dengan Kota Bekasi, dimulai dari pertemanan, kesopanan, biaya hidup, dan bahasa. Pertama kali datang ke kota ini, saya kaget dengan kewajiban untuk selalu memakai helm walaupun jarak yang ditempuh dekat dan banyak sekali lampu merah di setiap simpangan. Di Bekasi saya terbiasa jarang menggunakan helm jika berpergian deket, kecuali jauh dan di Kota Bekasi jarang ada lampu merah.

Saya mengalami culture shock tentang kesopanan, di Kota Solo ini dapat dikatakan tingkat kesopanannya sangat bagus. Sebagai anak kota yang jarang memperhatikan kesopanan, saya mengalami culture shock yang membuat saya berlatih untuk menjaga kesopanan di Kota Solo ini. Jika sebagai pendatang tidak sopan terhadap warga asli kota ini, maka menurut saya itu tidak baik untuk diri kita sendiri dan saya sebagai anak kota merasa senang dengan suasana tersebut. Kota Solo dengan kesopanan yang dijaga ini mengajarkan kita untuk selalu sopan terhadap orang lain walaupun tidak kita kenal.

Selain culture shock tentang kesopanan, adapula tentang biaya hidup di Kota Solo yang menurut saya beda jauh dengan biaya hidup di Kota saya sendiri. Dengan uang sebesar Rp7.000 di Kota Solo kita sudah bisa makan enak yaitu soto ayam yang menurut saya sebagai anak kos merasa puas dan mengenyangkan. Di kota saya sendiri terkenal dengan hal-hal yang mahal, contohnya untuk membeli soto ayam dengan harga Rp14.000, jadi menurut saya biaya hidup di Solo termasuk murah dibandingkan dengan biaya hidup saya di Kota Bekasi.

Selanjutnya saya mengalami culture shock tentang bahasa yang digunakan di Kota Solo.  Bahasa yang digunakan di Kota Solo rata-rata menggunakan bahasa Jawa halus, sementara saya berasal dari Kota Bekasi yang menggunakan bahasa Sunda, sebab Bekasi termasuk ke dalam Provinsi Jawa Barat. Sebagai pendatang baru, saya merasa asing dengan bahasa Jawa yang berbeda dengan bahasa di Bekasi. Saya sering tidak bisa ikut berdiskusi karena rata-rata teman saya berasal dari Jawa Tengah menggunakan bahasa Jawa yang membuatku kesulitan memahami karena berbeda dengan bahasa Jawa yang digunakan sehari-hari.

Culture shock selanjutnya yang saya alami adalah tentang makanan di Kota Solo berbeda sekali dengan makanan yang ada di Kota Bekasi.  Kota Solo sendiri identik dengan makanan yang manis-manis atau menurut saya Kota Solo makanan yang kurang terasa gurihnya, sedangkan makanan yang ada di Kota Bekasi identik yang gurih-gurih serta pedas. Saya sendiri termasuk orang pencinta makanan pedas. Makanan yang berada di Kota Solo kurang pas di lidah saya dan saya agak bingung ketika ingin memesan makan di sini, tetapi ada beberapa tempat yang rasanya mirip dengan rasa makanan di Kota  Bekasi.

Culture shock yang terakhir di Kota Solo ini yaitu tentang pertemanan yang menurut saya sangat berbeda jauh dengan pertemanan di Kota Bekasi. Pertemanan di Kota Solo biasanya saling bersama-sama tanpa adanya circle, jadi di kampus saya sendiri jarang ada yang circle karena di Kota Solo ini erat sekali dengan pertemanan dan saling sopan terhadap teman-teman. Pertemanan di Kota Bekasi sendiri termasuk pertemanan yang individu atau lebih banyak circle dari pada kebersamaan, karena pengalaman saya di Kota Bekasi pertemanan lebih ke gengsi, kalau tidak masuk circle berarti tidak ada temannya. Selama di Kota Solo ini, saya merasakan kekeluargaan dalam pertemanan saya, lalu saling peduli terhadap sesama, dan saling membantu.

Jadi itu beberapa culture shock yang saya alami selama beberapa bulan tinggal di Kota Solo ini, sebenarnya masih banyak culture shock yang saya alami, tetapi yang paling terasa adalah yang telah saya sebutkan tadi. Sedikit cerita dari saya tentang mahasiswa yang merantau di Kota Solo yang terkenal dengan adat nya yang masih khas telah saya utarakan. Pesan saya kepada mahasiswa yang merantau demi pendidikan tetap semangat.

“Tuhan menaruhmu di tempatmu yang sekarang bukan karena kebetulan.

Tuhan telah menentukan jalan yang terbaik,

Tuhan sedang melatihmu untuk menjadi kuat dan hebat.

Manusia yang hebat tidak dihasilkan melalui kemudahan,

kesenangan dan kenyamanan.

Mereka dibentuk dengan kesukaran, tantangan dan air mata.”

Sampai jumpa 

Bye………

Editor : Ghadis Tiranita

(Visited 122 times, 2 visits today)

Join The Discussion